
Keadilan dan Reformasi Diambil Dari Tragedi Belawan
Keadilan dan Reformasi Diambil Dari Tragedi Belawan, Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) sampaikan duka dalam atas kematiannya Muhammad Suhada (15) dan cedera yang dialami Basri (17) karena penembakan oleh Kapolres Dermaga Belawan, AKBP Oloan Siahaan, waktu bubarkan tawuran di Tol Belmera, Medan, pada 4 Mei 2025. Kejadian ini, yang diperhitungkan menyalahi Standard Operasional Proses (SOP) menurut Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), menggambarkan urgensi penegakan hukum yang terbuka dan reformasi mekanismeik dalam lembaga kepolisian.
JAN menghargai cara cepat Polda Sumatera Utara yang menonaktifkan AKBP Oloan Siahaan dan membuat team khusus bersama Propam, Ditreskrimum, dan Laboratorium Forensik untuk menyelidik kasus ini. Keterkaitan Kompolnas dan Irwasum Polri menjadi signal positif untuk transparan. Tetapi, kami memperjelas jika penyidikan harus jalan mandiri, dengan mengecek bukti forensik seperti pelintasan peluru dan rekaman CCTV, dan info saksi, untuk pastikan objecttivitas.
Perlakuan Oloan, yang melepas shooting pada keadaan gelap sesudah gempuran pada mobil dinasnya, memunculkan pertanyaan mengenai proporsionalitas. Kompolnas mengatakan kemungkinan pelanggaran SOP, khususnya karena cedera tembak di perut Suhada, yang tidak sesuai dasar shooting untuk melumpuhkan. “JAN menuntut supaya sangkaan extrajudicial killing, sama seperti yang disuarakan LBH Medan, dites dengan lengkap untuk menghindar dari cerita yang berpihak,” kata Romadhon, Jumat (9/5).
Kasus ini bukanlah sekedar kejadian polisi, tetapi cerminan permasalahan sosial yang dalam di Belawan. Tawuran berulang-ulang, diperburuk oleh penemuan 14 aktor positif ganja, memperlihatkan ketidakberhasilan mekanisme dalam tangani penyimpangan narkoba, kemiskinan, dan kurangnya akses pendidikan untuk remaja. JAN mendesak pendekatan lintasi sectoral yang mengikutsertakan pemda, sekolah, dan komune untuk memutuskan rantai kekerasan.
Reformasi kepolisian menjadi keperluan mendesak. Romadhon memberikan dukungan ajakan Kompolnas untuk mengharuskan bodi kamera untuk polisi di atas lapangan, yang bisa merekam perlakuan secara real-time dan menghambat ambiguitas. Training de-eskalasi perselisihan dan pengokohan SOP pemakaian senjata api harus juga diutamakan untuk meminimalisir kekerasan, khususnya waktu bertemu dengan remaja.
Ke keluarga Muhammad Suhada dan Basri, Romadhon sampaikan kebersamaan dan mengatakan Polri untuk memberi support psikologis dan kepastian hukum. Ketua JAN, memperjelas jika keadilan untuk korban ialah fokus. “Keluarga memiliki hak mendapatkan kebenaran. Proses hukum harus terbuka dan tidak berpihak,” tutur Romadhon.
Bencana Belawan harus menjadi titik kembali. JAN menggerakkan Polri untuk tegakkan ancaman tegas bila Oloan bisa dibuktikan menyalahi SOP, termasuk kekuatan pertanggungjawaban pidana. Reputasi Oloan, yang dulu pernah memetik pro-kontra di Tanah Karo, perkuat urgensi pemeriksaan yang imparsial. Public menunggu hasil yang adil.
Romadhon ajak warga sipil untuk menjaga kasus ini sampai habis. Pemantauan public akan pastikan Polri bukan hanya menuntaskan kejadian ini, tapi juga menggerakkan peralihan mekanismeik. Bujet besar Polri harus didistribusikan untuk tehnologi seperti bodi kamera dan training, tidak cuma perlengkapan represif.
Kami mengharap kasus ini menggerakkan keadilan untuk korban, responsibilitas lembaga, dan penangkalan kekerasan di masa datang. Romadhon memiliki komitmen menjaga proses hukum dan menggerakkan jalan keluar holistik untuk permasalahan sosial di Belawan.